Rabu, 17 November 2010

Duh, Anakku Suka Membantah

Tak selamanya anak bersikap manis dan penurut. Bahkan di saat-saat tertentu anak justru sering membantah. Jangan kaget menghadapinya. Dengan penanganan yang tepat, anak yang suka membantah bisa kok dijinakkan.
Dalam rentang usia 8 sampai 11 tahun, anak bisa tampil mengejutkan orangtua dengan tiba-tiba menjadi “doyan” membantah. Kapan waktu tepatnya, tentu tak ada patokan pasti. Usia 8 samapai 11 tahun perilaku membantah yang memusingkan kepala orangtua lebih sering ditemukan.
Pada masa ini, anak memang mengalami fase-fase peralihan fisik dan emosi dari rentang hidup sebagai anak-anak menuju masa remaja. Pada saat ini, anak sangat ingin menunjukkan identitas pribadi, sementara orientasi dirinya justru sedang bergeser. Dalam berbagai perbedaan kepentingan dan “rasa” anak pun memunculkan sikap membantah sebagai unjuk diri.
Membantah sebagai protes
Bila sikap membantah muncul pada rentang usia 8 sampai 9 tahun, jelas ini penyebabnya bisa jadi sikap orangtua yang terlalu melindungi atau over protective. Padahal di usia anak 8-9 tahun, anak tidak suka perlindungan yang berlebihan dan bahkan sedang memiliki rasa ingin tahu amat besar terhadap lingkungan. Bila terlalu dibatasi, tentu saja anak cenderung memberontak, menolak, yang kemudian diartikan orangtua sebagai sikap membantah.
Tapi sebaliknya, anak usia dibawah 8 tahun ini pun juga bisa membantah sebagai wujud protes. Misalnya, anak protes yang karena orangtuanya terlalu sibuk, hingga kurang memperhatikan dirinya. Padahal, bagi anak, perhatian dan kasih sayang orang tua merupakan faktor penting bagi keamanan dan kenyamanan hidupnya.
Karena itulah perhatian dan kasih sayang orangtua perlu diukur dalam porsi pas, agar tidak diterima anak terlalu besar dan membuat anak tertekan. Sebalikknya membiarkan anak tanpa aturan pun tidak baik. Ada juga orang tua yang mengartikan perhatian dan kasih sayang dengan menuruti semua keinginan anak dan semua serba boleh. Yang seperti itu juga salah dampaknya nanti anak menjadi susah diatur.
Pola asuh tarik ulur
Kadang sikap membantah juga muncul sebagai suatu bentuk ungkapan perbedaan pendapat. Beda pendapatnya sendiri, tentu sah-sah saja. Karena kita semua memahami bahwa tak mungkin selamanya pendapat orangtua dan anak sering sejalan.
Namun, dibutuhkan sebuah dialog dan kompromi agar perbedaan pendapat ini bisa dijembatani dan tidak hancur hanya dalam kubangan saling membantah. Jembatan akan memudahkan orang tua dan memandang perbedaan untuk dicari jalan tengah, bukan sebagai jalan anak untuk membantah orangtua atau sebaliknya jalan orang tua yang marah pada anak.
Idealnya, pola asuh terbaik menerapkan system demokratis, dimana orang tua mengartikan perhatian dan kasih sayang dengan cara tarik ulur kadang dibatasi namun suatu saat dilepas. Dengan pola asuh ini orang tua mau mendengarkan pendapat atau ide dari anak-anaknya, tapi tetap memberi batas.
Misalnya pada jam 6 malam anak mau menonton televisi. Orangtua tidak langsung melarang karena pasti akan terjadi perbedaan pendapat dan anak membantah, tetapi cobalah bernegoisasi, bahwa anak boleh menonton dengan syarat setelah jam 7 harus belajar. Bila melanggar, konsekuesi yang disepakati harus jelas. Misalnya, besok tidak boleh menonton lagi.
Penerapan dengan cara ini bisa meyakinkan anak bahwa orangtua memberikan kepercayaan  sekaligus memintanya menjaga tanggung jawab dan disiplin.
Bangun kepercayaan dan jadilah sahabat anak
Meski demikian masa peralihan dari anak menuju dewasa, memang merupakan masa kritis pada anak, sehingga orangtua perlu memahaminya pula. Bila dimasa sebelumnya belum terbangun kepercayaan yang kokoh, orientasi anak tentu akan lebih dominan tersedot pada teman sebayanya. Maka jurus jitu untuk menjadi sahabat anak dimasa peralihanya adalah dengan membangun komunikasi yang efektif, sejak sekarang.

SUMBER:

Perilaku Orangtua Model Utama Bagi Anak

Meski sering tidak disadari orangtua sesungguhnya merupakan tokoh panutan bagi anak. Celoteh, tindak-tanduk, bahkan mimik muka kita pun bisa ditiru anak. Untuk perilaku positif tentu kita senang. Tapi untuk yang buruk? Tentu tak satu pun orangtua ingin menularkan pada anak mereka.
Ada cerita soal imitasi ucapan ibu pada anaknya. Ketika seorang ibu memanggil anak sulungnya keluar kamar, tiba-tiba anaknya dengan dengan fasih meneruskan ucapan ibunya saat mengingatkannya untuk segera bersiap sekolah.
“Nanti terlambat, sebentar lagi jam setengah tujuh, ayah sudah mau berangkat, jangan sampai ketinggalan, ayo minum susunya, habisakan rotinya!” tiru sang anak sambil bersungut-sungut manuju meja makan.
“Udah hafal deh Bu! Bosen” sambung sang anak cuek sambil duduk di ruang makan. Sang ibu tidak menyangka kalau ucapan yang tanpa sadar diucapkan berulang-ulang setiap pagi bisa ditiru persis sekali sampai nada tinggi rendahnya pula.
Kemudian ada cerita lainya, saat seorang ayah mendapat pujian dari jamaah masjid di daerahnya, “Hebat ya anak-anaknya pak ikhsan, semua pada rajin ke masjid, sama kayak bapaknya.”
Mendengar ini, bisa terjadi jika sang ayah memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya. Dan untuk menjadi contoh yang baik ini, sang ayah bertahun-tahun harus melawan sifat malasnya untuk pergi shalat subuh di masjid.
Orang tua adalah model utama
Dalam bersikap dan bertingkah laku setiap anak memang banyak meniru pada lingkungannya, mulai dari orangtua, nenek-kakek, om-tante, pengasuh, tetangga, sekolah, guru, teman, bahkan dari tv dan vcd yang ia tonton.
Anak mudah sekali meniru apa yang dia lihat dan menjadikan lingkungan sebagai model kehidupan. Mulai dari ucapan, misalnya kata-kata yang mudah untuk diikuti. Atau, tingkah laku yang dilihat dari tontonan film.
Orangtua pada umumnya menjadi model utama bagi anak. Karena ayah dan ibu adalah dua orang yang berperan dalam pola asuh anak sejak dia hadir ke dunia. Maka, jangan kaget bila cara saat orangtua marah maupun saat menunjukkan kasih sayang, semua akan ditiru dan dipelajari anak.
Bila orangtua terbiasa menggunakan kata-kata kasar atau caci maki saat kesal dengan orang lain, anak juga akn mempelajarinya dan berpikitr, “oh, kalau marah atau kesal sama orang, begitu ya caranya.” Sehingga, ketika anak kesal pada temannya, maka dia akan begitu juga.
Sebaliknya jika orang tua mengajarkan untuk saling sayang, saling menghormati, tamu datang dihormati, hormat pada orangtua dan kakak, sayang pada adik, bahkan binatang pun disayang. Anak pun akan menirunya. Pada semua orang anak akan menunjukkan rasa hormatnya dan bersikap santun.
Ayo, jadi model yang baik
Banyak orangtua yang memiliki harapan tinggi terhadap anaknya, namun perilaku yang diharapkanya belum dilakukannya. Misalnya, berharap anaknya senang membaca, tetapi orangtua sendiri tidak suka membaca. Menyuruh anaknya sholat berjamaah, padahal dirinya sendiri sering meninggalkanya. Tentu cara ini tidak akan efektif.
Contoh yang baik, akan lebih melekat pada anak bila diiringi dengan penjelasan. Apa manfaatnya senang membaca buku, apa keuntungannya berjamaah di masjid dan sebagainya.
Dengan begitu, anak secara perlahan mulai mengerti tentang pentingnya melakukan perbuatan-perbuatan itu. Sehingga yang diharapkan adalah anak melakukan perilaku tersebut secara sadar dan menyenanginya, bukan karena paksaan. Maka dari itu, mari mulai sekarang kita memaksakan diri menjadi model yang baik untuk anak.

SUMBER:

Dampak Perceraian Terhadap Anak

Perceraian dalam sebuah pernikahan tidak bisa dilepaskan dari pengaruhnya terhadap anak. Banyak faktor yang terlebih dahulu diperhatikan sebelum menjelaskan tentang dampak perkembangan anak setelah terjadi suatu perceraian antara ayah dan ibu mereka.
Faktor tersebut bisa meliputi perubahan usia anak dan tahap perkembangan anak, konflik yang terjadi setelah perceraian, jenis kelamin anak dan gaya pengasuhan orangtua setelah bercerai. Kesemua hal itu dapat menggambarkan bagaimana dampak yang diberikan akibat perceraian terhadap perkembangan anak pada saat itu dan masa yang akan datang.
Perubahan Usia dan Perkembangan
Usia anak pada saat bercerai perlu dipertimbangkan. Tanggapan tanggapan anak kecil atas perceraian ditengahi oleh terbatasnya kompetensi kognitif dan sosial mereka, ketergantungan mereka terhadap orangtuanya.
Belum matangnya faktor kognitif dan sosial mereka akan lebih menguntungkan mereka ketika remaja. Pada saat remaja, mereka lebih sedikit ingat mengenai konflik dan perceraian yang terjadi pada saat mereka masih kecil. Tetapi tidak dipungkiri bahwa mereka juga kecewa dan marah atas perkembangan pertumbuhan mereka tanpa kehadiran keluarga yang utuh atau tidak pernah bercerai.
Anak yang sudah menginjak remaja dan mengalami perceraian orangtua lebih cenderung mengingat konflik dan stress yang mengitari perceraian itu sepuluh tahun kemudian, pada tahun masa dewasa awal mereka. Mereka juga Nampak kecewa dengan keadaan mereka yang tumbuh dalam keluarga yang tidak utuh.
Mereka juga menjadi kawatir bila hidup mereka tidak akan lebih baik bila mereka tidak melakukan sesuatu lebih baik. Pada masa remaja mereka dapat masuk dan terperangkap masalah obat obatan dan kenakalan remaja dari pada remaja yang mengalami perceraian orangtua pada saat kecil dan remaja yang tumbuh dalam keluarga utuh.
Konflik
Banyak perpisahan dan perceraian merupakan urusan yang sangat emosiaonal yang menenggelamkan anak ke dalam konflik. Konflik ialah suatu aspek kritis keberfungsian keluarga yang seringkali lebih berat dari pada pengaruh struktur keluarga terhadap perkembangan anak.
Misalnya, keluarga yang bercerai dengan koflik relatif rendah lebih baik dari pada keluarga yang utuh tetapi dengan konflik relatif tinggi. Pada tahun setelah perceraian konflik tidak berkurang tetapi bisa akan terus bertambah. Pada saat ini, anak laki laki dari keluarga bercerai memperlihatkan lebih banyak masalah penyesuaian dari pada anak anak dari keluarga utuh yang orangtuanya ada.
Selama tahun pertama setelah perceraian, kualitas pengasuhan yang dilakukan orangtua seringkali buruk. Orangtua lebih sering sibuk dengan kebutuhan kebutuhan dan penyesuaian dari sendiri seperti mengalami depresi, kebingungan dan instabilitas emosional.
Selama tahun kedua setelah perceraian, orangtua lebih efektif dalam mnegerjakan tugas tugas pengasuhan anak, khususnya anak perempuan.
Jenis Kelamin Anak dan Hakekat Pengasuhan
Jenis kelamin anak dan orangtua pengasuh adalah pertimbangan yang penting dalam mengevaluasi pengaruh perceraian terhadap perkembangan anak. Anak yang tinggal dengan orangtua pengasuh dengan kesamaan jenis kelamin menunjukkan kondisi sosial yang lebih kompeten seperti lebih bahagia, lebih mandiri, dan lebih dewasa dari pada anak yang tinggal dengan orangtua pengasuh yang berbeda jenis kelamin.
Dalam sebuah kajian lain, ditemukan bahwa remaja dengan jenis kelamin baik laki laki dan perempuan yang tinggal dengan keluarga ibu akan lebih dapat melakukan penyesuaian dari pada tinggal bersama keluarga ayah.
Kesimpulan tentang anak anak dari keluarga bercerai. Singkatnya, sejumlah besar anak yang tumbuh dalam keluarga yang bercerai. Kebanyakan anak anak pada mulanya mengalami stress berat ketika orangtua mereka bercerai dan mereka beresiko mengembangakan masalah masalah perilaku. Tetapi perceraian dapat juga melepaskan anak anak dari konflik perkawinan. Banyak anak yang mengalami perceraian orangtua menjadi individu yang berkompeten.
Daftar Pustaka
Santrok, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga

SUMBER:

Ketertarikan Kepada Orang Lain (Interpersonal Attraction)

Ketertarikan Kepada Orang Lain (Interpersonal Attraction) tentunya dalam menjalin hubungan dengan orang lain, terlebih jika mempunyai derajad homophily yang tinggi maka komunikan akan mempunyai ketertarikan satu sama lain.
Sebagai peserta komunikasi (komunikan) seringkali kita merasakan adanya persamaan dan perbedaan ketika berkomunikasi dengan orang lain. Persamaan dan perbedaan itulah yang disebut sebagai derajad perbandingan komunikan. Beberapa jenis derajad itu antaranya;
  1. Homophily, yaitu derajad interaksi interpersonal yang memiliki kesamaan dalam atribut (sikap, pengalaman, bahasa, intelektual, dsb). Sering berkomunikasi akan mempertinggi homophily. Contoh, orang yang memiliki hobi yang sama akan mempunyai derajad homophily yang tinggi (Rogers).
  2. Heterophily, yaitu derajad interaksi interpersonal yang atributnya berbeda. Derajad ini kurang efektif untuk mencapai tujuan komunikasi kecuali keduanya memiliki empati (Rogers & Bhowmik).
Ketertarikan terhadap orang lain ini bisa terjadi pada pra-saat-setelah komunikasi interpersonal. Pada saat pra atau sebelum komunikasi interpersonal disebabkan oleh memes.. Seseorang bisa tertarik kepada orang lain dalam berkomunikasi karena adanya penghargaan (reward) yang berupa umpan balik positif. Inilah yang disebutkan tadi sebagai proses penguatan. Beberapa faktor yang menyebabkan ketertarikan terhadap orang lain;
  1. Faktor karakteristik orang lain; orang tertarik kepada orang lain lebih disebabkan oleh fisik (physical attraction). Selain itu, orang tertarik dan lebih merasa tertantang jika mengalami kesulitan dalam meraih perhatian dari orang lain (hard to get effect).
  2. Faktor situasional; orang tertarik kepada orang lain karena biasa bertemu dalam tempat yang dekat (proximity) dan orang tertarik kepada orang lain karena ikatan emosional (familiarity).
Dalam berkomunikasi dengan orang lain maka seringkali ada suatu permasalahan meskipun komunikasi tersebut didasari dengan ketertarikan. Menurut Brehm & Kassin (1996), masalah komunikasi tersebut diantaranya;
  1. Negative affect reciprocity, yaitu proses komunikasi yang bermasalah karena salah satu komunikan membangkitkan kesalahan lawan bicaranya pada masa yang harmonis. Misalnya, suami membangkitkan kesalahan istrinya yang dulu pernah berselingkuh. Permasalahan itu dibangkitkan pada masa yang sedang harmonis.
  2. Demand/ withdraw interaction, yaitu proses komunikasi yang bertepuk sebelah tangan atau tidak ada kesepakatan dalam proses berkomunikasi.
Daftar Pustaka
M. Ghojali Bagus A.P., S.Psi. Buku Ajar Psikologi Komunikasi – Fakultas Psikologi Unair 2010.

SUMBER:

Cara Mempengaruhi Orang Lain

Pernahakah anda mencoba untuk mempengaruhi orang lain baik dalam pemahaman, pikiran dan tindakan? Sebagian orang mudah kita pengaruhi dan ada juga sebagian orang yang sulit untuk dipengaruhi. Kenapa sulit untuk mempengaruhi seseorang? sebab kita tidak tahu bagaimana cara untuk meyakinkan mereka agar memiliki kesamaan dengan apa yang kita pikirkan.
Tidak ada salahnya jika kita menggunakan teknik tertentu yang dapat mempengaruhi mereka semua. Cara mempengaruhi orang lain dengan dasar Pendekatan Komunikasi Persuasi dikemukakan oleh Aristotle yang menyatakan terdapat 3 pendekatan dasar dalam komunikasi yang mampu mempengaruhi orang lain, yaitu;
  1. Logical argument (logos), yaitu penyampaian ajakan menggunakan argumentasi data-data yang ditemukan. Hal ini telah disinggung dalam komponen data.
  2. Psychological/ emotional argument (pathos), yaitu penyampaian ajakan menggunakan efek emosi positif maupun negatif. Misalnya, iklan yang menyenangkan, lucu dan membuat kita berempati termasuk menggunakan pendekatan psychological argument dengan efek emosi yang positif. Sedangkan iklan yang menjemukan, memuakkan bahkan membuat kita marah termasuk pendekatan psychological argument dengan efek emosi negatif.
  3. Argument based on credibility (ethos), yaitu ajakan atau arahan yang dituruti oleh komunikate/ audience karena komunikator mempunyai kredibilitas sebagai pakar dalam bidangnya. Contoh, kita menuruti nasehat medis dari dokter, kita mematuhi ajakan dari seorang pemuka agama, kita menelan mentah-mentah begitu saja kuliah dari dosen. Hal ini semata-mata karena kita mempercayai kepakaran seseorang dalam bidangnya.
Menurut Burgon & Huffner (2002), terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan agar komunikasi persuasi menjadi lebih efektif. Maksudnya lebih efektif yaitu agar lebih berkesan dalam mempengaruhi orang lain. Beberapa pendekatan itu antaranya;
  1. Pendekatan berdasarkan bukti, yaitu mengungkapkan data atau fakta yang terjadi sebaga bukti argumentatif agar berkesan lebih kuat terhadap ajakan.
  2. Pendekatan berdasarkan ketakutan, yaitu menggunakan fenomena yang menakutkan bagi audience atau komunikate dengan tujuan mengajak mereka menuruti pesan yang diberikan komunikator. Misalnya, bila terjadi kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah maka pemerintah dengan pendekatan ketakutan dapat mempersuasi masyarakat untuk mencegah DBD.
  3. Pendekatan berdasarkan humor, yaitu menggunakan humor atau fantasi yang bersifat lucu dengan tujuan memudahkan masyarakat mengingat pesan karena mempunyai efek emosi yang positif. Contoh, iklan-iklan yang menggunakan bintang comedian atau menggunakan humor yang melekat di hati masyarakat.
  4. Pendekatan berdasarkan diksi, yaitu menggunakan pilihan kata yang mudah diingat (memorable) oleh audience/ komunikate dengan tujuan membuat efek emosi positif atau negative. Misalnya, iklan rokok dengan diksi “nggak ada loe nggak rame…”.
Namun keempat pendekatan tersebut dapat dikombinasikan sesuai dengan tujuan persuasi dari komunikator. Misalnya pendekatan berdasarkan humor dikombinasikan dengan pendekatan berdasarkan diksi. Ataupun pendekatan berdasarkan ketakutan dikombinasikan dengan pendekatan berdasarkan bukti.
Daftar Pustaka
M. Ghojali Bagus A.P., S.Psi. Buku Ajar Psikologi Komunikasi – Fakultas Psikologi Unair 2010

SUMBER:

Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Anak

Prestasi dalam belajar merupakan dambaan bagi setiap orangtua terhadap anaknya. Prestasi yang baik tentu akan didapat denganproses belajar yang baik juga. Belajar merupakan proses dari sesuatu yang belum bisa menjadi bisa, dari perilaku lama ke perilaku yang baru, dari pemahaman lama ke pemahaman baru.

Dalam proses belajar, hal yang harus diutamakan adalah bagaimana anak dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan rangsangan yang ada, sehingga terdapat reaksi yang muncul dari anak.
Reaksi yang dilakukan merupakan usaha untuk menciptakan kegiatan belajar sekaligus menyelesaikannya. Sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang mengakibatkan perubahan pada anak sebagai hal baru serta menambah pengetahuan.

Dari uraian diatas jelaslah bahwa belajar merupakan kegiatan penting baik untuk anak-anak, bahkan juga untuk orang dewasa sekalipun.

Perlunya perhatian faktor lingkungan dapat mempengaruhi proses belajar. Suasana yang nyaman dan kondusif mengakibatkan proses belajar akan menjadi lebih baik. Termasuk juga keaktifan proses mental untuk sering dilatih, sehingga nantinya menjadi suatu kegiatan yang terbiasa.
Banyak sekali faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar atau prestasi belajar. Orangtua pun perlu untuk mengetahui apa saja faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar pada anak mereka, sehingga orangtua dapat mengenali penyebab dan pendukung anak dalam berprestasi. Berikut adalah faktor-faktor yang perlu diperhatikan:

FAKTOR DARI DALAM DIRI

Kesehatan
Apabila kesehatan anak terganggu dengan sering sakit kepala, pilek, deman dan lain-lain, maka hal ini dapat membuat anak tidak bergairah untuk mau belajar. Secara psikologi, gangguan pikiran dan perasaan kecewa karena konflik juga dapat mempengaruhi proses belajar.

Intelegensi
Faktor intelegensi dan bakat besar sekali pengaruhnya terhadap kemampuan belajar anak. Menurut Gardner dalam teori Multiple Intellegence, intelegensi memiliki tujuh dimensi yang semiotonom, yaitu linguistik, musik, matematik logis, visual spesial, kinestetik fisik, sosial interpersonal dan intrapersonal.

Minat dan motivasi
Minat yang besar terhadap sesuatu terutama dalam belajar akan mengakibatkan proses belajar lebih mudah dilakukan. Motivasi merupakan dorongan agar anak mau melakukan sesuatu. Motivasi bisa berasal dari dalam diri anak ataupun dari luar lingkungan

Cara belajar
Perlu untuk diperhatikan bagaimana teknik belajar, bagaimana bentuk catatan buku, pengaturan waktu belajar, tempat serta fasilitas belajar.

FAKTOR DARI LINGKUNGAN

Keluarga
Situasi keluarga sangat berpengaruh pada keberhasilan anak. Pendidikan orangtua, status ekonomi, rumah, hubungan dengan orangtua dan saudara, bimbingan orangtua, dukungan orangtua, sangat mempengaruhi prestasi belajar anak.

Sekolah
Tempat, gedung sekolah, kualitas guru, perangkat kelas, relasi teman sekolah, rasio jumlah murid per kelas, juga mempengaruhi anak dalam proses belajar.

Masyarakat
Apabila masyarakat sekitar adalah masyarakat yang berpendidikan dan moral yang baik, terutama anak-anak mereka. Hal ini dapat sebagai pemicu anak untuk lebih giat belajar.

Lingkungan sekitar
Bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas dan iklim juga dapat mempengaruhi pencapaian tujuan belajar.
Dari sekian banyak faktor yang harus diperhatikan, tentu tidak ada situasi 100% yang dapat dilakukan secara keseluruhan dan sempurna. Tetapi berusaha untuk memenuhinya sesempurna mungkin bukanlah faktor yang mustahil untuk dilakukan.

SUMBER:

Minggu, 31 Oktober 2010

APLIKASI PSIKOLOGI KELOMPOK DI BIDANG INDUSTRI DAN ORGANISASI

A. PERILAKU KELOMPOK ORGANISASI

1. Scientific Management Theory
Isi : manusia harus diberi janji insentif dulu baru ia mau bekerja. Insentif yang dimaksud dapat berupa bonus, pengawasan yang terus-menerus, serta tujuan yang ditetapkan oleh manajemen.
2. Interpersonal Approaches
Fokus pada akibat dari proses interpersonal pada performance dengan memperhatikan variabel variabel sosial dan psikologi untuk menganalisis produktivitas kerja.
Cara yang digunakan : process group-level dengan linking-pin model dari Likert, yaitu organisasi dapat dikonseptualisasi sebagai sistem dari kelompok independen. Jadi, manusia bekerja bukan dalam organisasi, melainkan dalam kelompok-kelompok kecil atau keluarga yang bersarang di dalam organisasi.

A.1. MOTIF DAN TUJUAN DALAM KELOMPOK
Zander (1971) : orang tertarik untuk menolong kelompoknya mencapai tujuan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan personalnya. Kohesivitas dan Tujuan Kelompok Akibat pada tujuan kelompok terhadap produktivitas tergantung pada komitmen anggota terhadap kelompok dan tujuan kelompok. Jika kohesivitas kelompok begitu kuat maka motif-motif individu akan diganti oleh motif yang berorientasi pada kelompok. Hasrat anggota pun makin besar untuk mensukseskan kelompoknya. Hasil survey pada 5871 pekerja pabrik di 2228 kelompok menghasilkan hipotesis sebagai berikut: “selama norma kelompok mendorong produktivitas yang tinggi maka kohesivitas dan produktivitas secara positif berhubungan (makin kohesif suatu kelompok, makin besar produktivitas), tetapi jika norma kelompok mendorong produktivitas yang rendah maka hubungannya negatif”.

Tujuan kelompok
Tujuan kelompok harus dijabarkan secara jelas, yaitu:
1. ada kriteria keberhasilan
2. ada sarana untuk pencapaiannya

Menetapkan Tujuan Kelompok
Level of aspiration theory (Lewin) : bagaimana seseorang mengeset tujuan untuk dirinya dan kelompoknya, apakah harus susah sekali / mudah sekali 
- Orang memasuki situasi prestasi (achievement situation) dengan hasil ideal dibenaknya. Setelah mengalami kejadian tertentu, maka orang tersebut akan merevisi hasil ideal tersebut dan disesuaikan dengan harapan yang lebih realistik
- LOA (level of aspiration) yaitu kompromi antara tujuan ideal dan harapan yang lebih realistik

A.2. KEPUASAN DAN KEANGGOTAAN KELOMPOK
Kepuasan dan Interaksi Sosial
Melakukan rutinitas tanpa interaksi dengan orang lain → monoton dan menyebabkan kelelahan / cepat lelah. Sedangkan bekerja sama akan menyebabkan pekerjaan cepat selesai, bahan yang digunakan irit dan angka hingga menurun karena merasa puas. Kepuasan dan Insentif Kelompok
Insentif : bonus, gaji
Insentif per individu menyebabkan masalah:
1. kompetisi antar anggota kelompok meningkat
2. ketakutan akan penolakan peer groupnya
3. motivasi intrinsik “undermined”
Pencegahannya adalah dengan insentif kelompok, sehingga:
􀀹 perasaan akan kerja kelompok akan terbangun dengan kuat dan kepuasan lebih besar
􀀹 Syarat : - anggota kelompok kurang dari 10
                 - kontribusi tiap anggota proporsional
Kepuasan, Keberhasilan dan Kegagalan
Sisi positif dari kegagalan, yaitu:
􀂃 Menjadikannya sebagai motivasi sehingga usaha menjadi lebih keras
􀂃 Menjadikan kelompok semakin kohesif karena ternyata kegagalan disebabkan oleh adanya gangguan kelompok atau segmen lain dalam organisasi
􀂃 Memaksa kelompok untuk memikirkan ulang aspirasi mereka dan memformulasikan seperangkat harapan yang lebih realistik

Sisi negatif dari kegagalan, yaitu:
􀂃 Kegagalan yang berulang menyebabkan surutnya sumber motivasi
􀂃 Terbangunnya hasrat yang kuat untuk menghindari kegagalan kelompok dan mulai menggunakan berbagai macam strategi interpersonal untuk mengatasi rasa malu, contoh: dengan mengatakan bahwa kegagalan tersebut tidak relevan dengan mereka secara personal

B. KELOMPOK-KELOMPOK DAN PERUBAHAN
B.1. KELOMPOK SEBAGAI AGEN PERUBAHAN
Field study oleh Coch & French (1984) dengan membandingkan tiga tipe training program:
1. No Participation sebagai kondisi kontrol karyawan tidak sama dengan terlibat dalam perencanaan dan omplementasi perubahan tapi hanya diberi penjelasan.
2. Participation Through Representation, rapat kelompok dihadiri seluruh karyawan, perubahan yang dibutuhkan dibicarakan secara terbuka, kemudian dipilih sebuah sub kelompok pelat pertama.
3. Total Participation, hampir sama dengan metode dua. Bedanya metode ini diikuti oleh seluruh karyawan, bukan hanya kelompok terpilih dan mengikuti sistem pelat.
Hasil → 2 dan 3 menunjukkan hasil yang positif, karena:
􀂾 Karyawan belajar tugas baru mereka dengan cepat
􀂾 Produktivitas menjadi lebih baik
􀂾 Percaya diri meningkat

 B.2. PENGEMBANGAN ORGANISASI
Organizational Development Technique adalah program-program manajemen yang secara spesifik didesain untuk meningkatkan organisasi.
Setidaknya melibatkan satu atau lebih komponen, sebagai berikut:
1. Deskripsi : penentuan tahap pengembangan yang sedang berlangsung melalui observasi sistematis dan survey.
2. Spesifikasi tujuan : elaborasi, klarifikasi dan penentuan prioritas tujuan organisasi.
3. Perencanaan : mengembangkan rencana untuk mencapai tujuan organisasi.

Inovasi : implementasi rencana dan mengevaluasi keefektivitasannya.
a. Survey Feedback
Menekankan deskripsi sebagai alat untuk mengumpulkan sumbersumber disfungsi dalam organisasi dengan cara : observasi, wawancara, survey → hasilnya disintesis untuk membentuk gambaran
keseluruhan organisasi dengan menemukan adekuasi dan inadekuasi → hasilnya dikembalikan sebagai feedback ke organisasi.
Alat : kuesioner dengan Likert dengan isi pertanyaan tadi. Aspek leadership (1-3), motivation (4-6), communication (7-10), decision making (11-13), goals (14-15), control (16-18) → jawaban dirangkum
dan dibuat profil organisasi kemudian didiskusikan.

b. Process Consultan
Yaitu melibatkan observasi kelompok secara informal tentang kesibukan sehari-hari. Ada konsultan yang mengobservasi aspek-aspek yang berkaitan dengan kelompok, seperti: pola interaksi dan atraksi, prosedur pengambilan keputusan, sumber-sumber kekuasaan, normanorma social informal, potensi tekanan dalam kelompok dan jenis konflik antar anggota. Setelah menemukan bagaimana kerja maka konsultan mendiskusikan hal tersebut dengan anggota unit dengan mengajukan dua pertanyaan:
- Apakah saudara sekalian menyadari bahwa saudara-saudara bekerja seperti ini ? (dijelaskan)
- Apakah saudara-saudara berkenan untuk mengubah beberapa proses-proses? Jika jawabannya iya, maka barulah konsultan mengusulkan beberapa saran untuk meningkatkan dinamika hidup.

c. Team Building
Diawali dengan asumsi bahwa : “keberhasilan dalam kelompok kerja merupakan hasil dari kolaborasi yang saling bergantung satu sama lain yang terbentuk melalui latihan. Manajer atau konsultan berusaha menyadarkan anggotanya bahwa mereka adalah satu kesatuan sehingga mereka belajar untuk mengkoordinasikan usaha mereka dengan usaha anggota lainnya. Tujuan kelompok ditetapkap, pola-pola kerja dibangun dan perasaan identitas kelompok dibangun. Teknik ini menekankan pada analisis prosedur kerja, pengembangan hubungan yang baik anggota ke anggota dan peran manajer sebagai “coach”.
Metode : diskusi tentang “maslaah unit” kemudian dicoba diselesaikan dengan teknik kelompok nominal (NGT) untuk menstimulasi produktifitas lalu hasil diskusi dicetak dan diedarkan sebagai pengingat bahwa ada kemajuan yang sedang berlangsung.

d. Laboratory Training
Laboratory Training program atau T-group.
􀂾 Bentuk ini diset jauh dari tempat kerja, merupakan prosedur belajar eksperimental, yaitu dengan benar-benar mengalami hubungan kemanusiaan dengan peserta lain
􀂾 Trainer atau fasilitator menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada peserta untuk dibawa kemana pelat tersebut jadi peserta yang mengatur diri mereka
􀂾 Peserta pelat menjadi berani untuk mengkonfrontasi dan menyelesaikan isu-isu interpersonal dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang lebih baik atas diri sendiri dan orang lain.

C. MEETINGS
Ada kesan negatif tentang meeting, yaitu:
􀂃 Membosankan
􀂃 Hanya didominasi oleh beberapa orang
􀂃 Mahal → para eksekutif dibayar per jam
􀂃 Buang-buang waktu dengan keputusan yang minor
􀂃 Ada kecenderungan terjadi groupthink

C.1. MENJADI ANGGOTA KELOMPOK YANG BAIK
Pada meeting, anggota harus melakukan segala hal untuk menjadikan meeting tersebut sebagai sebuah pengalaman yang produktif dan positif. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Persiapan
Yaitu bagaimana agar peserta rapat dapat memberikan kontribusi yang maksimal, dan ini tergantung pada fungsi dari penemuan tersebut, jika:
􀂙 Fungsi utamanya adalah distribusi informasi, maka pesertanya harus menyiapkan segala hal untuk mempresentasikan info yang dimiliki → handout, transparansi
􀂙 Fungsi utamanya adalah sebagai fact finding discussion awal, yang fokus pada masalah-masalah atau isu-isu, maka peserta sebelumnya harus sudah mempersiapkan diri dengan ide-ide dan pemahamannya yang berhubungan dengan fakta terkait
􀂙 Fungsi sebagai pembuat keputusan, maka sebelum diperoleh keputusan peserta, melakukan diskusi secara informal antara anggota dan berusaha mengantisipasi kritik terhadap solusi yang
mereka sukai
􀂙 Fungsi sebagai fungsi organisasi, seperti: goal setting, merevisi prosedur kerja, sharing feedback atau membangun koordinasi antar unit menjadi lebih baik. Maka peserta harus mengumumkan
pikiran dan energi agar dapat fokus pada permasalahannya
􀂙 Rapat mempunyai lebih dari satu tujuan atau maksud, maka peserta harus menyiapkan tiap aspek dari rapat tersebut

2. Komunikasi
Keberhasilan rapat sangat tergantung pada kemampuan peserta berkomunikasi secara efektif satu sama lain sehingga begitu keluar dari ruang setiap peserta mendapatkan kepuasan dan merasa ada kemajuan.
Ada tips untuk menjadi active communication:
􀂙 Buat kalimat dengan singkat dan jelas
􀂙 Usahakan penambahan komentar, saran, pernyataan pribadi dan pertanyaan pada poin yang tepat
􀂙 Buat presentasi yang panjang sehingga peserta tertarik dengan menggunakan frase-frase imajinatif, analogi dan similes yang berwarna dan alat bantu visual yang ‘eye-catching’
􀂙 Mendengarkan dengan aktif pemyampaian orang lain
􀂙 Mintalah klarifikasi terhadap sesuatu yang tidak dapat dipahami
􀂙 Ajak peserta yang pasif berkomentar dengan menanyainya
􀂙 Galilah sumber-sumber disagreement dan tention
􀂙 Ikutilah jalannya rapat dengan hati-hati, camkan poin-poin yang telah dibuat

3. Supportiveness
Untuk mencegah munculnya kesan negatif maka perlu diperhatikan
beberapa hal sebagai berikut:
a. Persiapan
Pimpinan rapat harus memiliki pertanyaan dan agenda. Ada beberapa kesalahan dalam daftar:
􀀹 Daftar topik terlalu panjang sehingga kelompok membagi pikirannya terhadap item-item yang signifikan
􀀹 Urutan topik yang tidak berurutan
􀀹 Memasukkan item-item yang tidak seharusnya dimasukkan

b. Structuring the group
Pada awalnya, pada kelompok yang baru terbentuk, meeting pertama terkesan ambigu atau tidak pasti. Tapi pada rapat ketiga dan keempat norma norma sudah terbentuk dengan jelas, juga peran dan hubungan antar anggota. Semua ini berkat peran pimpinan kelompok yang tahu kapan harus berperan sebagai process facilitator atau process controller.
c. Structuring the meeting
Ketua kelompok harus mampu mengarahkan pertemuan, dapat menetukan teknik apa yang tepat digunakan (brainstrorming, synectics, dll)
d. Memfasilitasi proses kelompok yang efektif

SUMBER: