Jumat, 15 April 2011

PRIVASI


A. Pengertian Privasi
Kerahasiaan pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arusinformasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari keamanan.
Hak pelanggaran privasi oleh pemerintah, perusahaan, atau individual menjadi bagian di dalam hukum di banyak negara, dan kadang, konstitusi atau hukum privasi. Hampir semua negara memiliki hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh, aturan pajak umumnya mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi publik yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya lain.
Privasi dapat secara sukarela dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan kerugian. Contohnya adalah pengorbanan privasi untuk mengikut suatu undian atau kompetisi; seseorang memberikan detil personalnya (sering untuk kepentingan periklanan) untuk mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah. Contoh lainnya adalah jika informasi yang secara sukarela diberikan tersebut dicuri atau disalahgunakan seperti pada pencurian identitas.
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk nerinteraksi dengan orang lain atau justru menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain. (Dibyo Hartono, 1986)
Beberapa definisi privasi:
Lang (1987), berpendapat bahwa tingkat dari privasi tergantung dari pola-pola perilaku dalam konteks budaya dan dalam kepribadian dan aspirasi dari keterlibatan individu
Rapport (dalam Soesilo, 1988) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan.
Altman (1975), mendefinisikan privasi dalam bentuk yang lebih dinamis. Menurutnya privasi adalah proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain. Altman menjabarkan beberapa fungsi privasi :
1. Privasi adalah pengatur dan pengontrol interaksi interpersonal yang berarti sejauh mana hubungan dengan orang lain diinginkan, kapan waktunya menyendiri dan kapan waktunya bersama-sama dengan orang lain. Privasi dibagi menjadi dua macam, yaitu privasi rendah dan privasi tinggi.
2. Privasi adalah merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain. 3. Privasi untuk memperjelas identitas diri.

B. Faktor Pengaruh Privasi
1. Faktor personal
Marshall mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Dalam penelitiannya bahwa anak-anak yang tumbuh dalam suasana rumah yang sesak akan lebih memilih keadaan yang anonym dan reserve saat ia dewasa. Sedangkan orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya di kota akan lebih memilih keadaan anonym dan intimacy. Selain itu Walden dkk menemukan adanya perbedaan jenis kelamin dalam privasi.
2.FaktorSituasional
Kepuasan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang di dalamnya untuk menyendiri. Peneliti Marshall tentang privasi dalam rumah tinggal, menemukan bahwa tinggi rendahnya privasi di dalam rumah antara lain disebabkan oleh seting rumah.
3. Faktor Budaya
Setiap budaya tidak ditemukanadanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi. Tidak ada keraguan bahwa perbedaan masyarakat menunjukan variasi yang besar dalam jumlahprivasi yang dimilki anggotanya.

C. Pengaruh Privasi terhadap Perilaku
Altman (21975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah mengatur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan sosial. Bila seseorang dapat mendapatkan privasi seperti yang diinginkannya maka ia akan dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri.
Maxine Wolfe dkk mencatat bahwa pengelolaan hubungan interpersonal adalah pusat dari pengalaman tentang privasi dalam kehidupan sehari-hari.
Westin (dalam Holahan, 1982) mengatakan bahwa ketertutupan terhadap informasi personal yang selektif, memenuhi kebutuhan individu untuk membagi kepercayaan dengan orang lain.
Schwatrz (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa kemampuan untuk menarik diri ke dalam privasi dapat membantu membuat hidup ini lebih mengenakkan saat harus berurusan dengan orang-orang yang sulit.
Westin (dalam Holahan, 1982) dengan privasi kita juga dapat melakukan evaluasi diri dan membantu kita mengembangkan dan mengelola perasaan otonomi diri. Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil suatu rangkuman bahwa fungsi psikologis dari privasi dapat dibagi menjadi dua yaitu, pertama privasi memainkan peran dalam mengelola interaksi sosial yang kompleks di dalam kelompok sosial. Kedua, privasi membantu kita memantapkan perasaan identitas pribadi.


Sumber :
http://elearning.gunadarma.ac.id

TERITORIALITAS


Dalam penulisan ini akan membahas mengenai pengertian Teritorialitas, Elemen-Elemen Teritorialitas, Teritorialitas dan Perbedaan Budaya. Berikut penjelasannya:
A. Pengertian Teritorialitas
Holahan (sdalam Iskandar, 1990) mengungkapkan Teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemilikannyadan pertahanan dari serangan orang lain.
B. Elemen – Elemen Teritorialitas
Menurut  Lang (1987) Ada 4 karakter dari teritorialitas :
1. Kepemilikan atau Hak dari suatu tempat
2. Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
3. Hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar
4. Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitifdan kebutuhan – kebutuhan estetika.


Altman membagi Teritorialitas menjadi tiga, yaitu : teritorial primer, teritorial sekunder dan teritorialumum.
1. Teritorial Primer
Jenis teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadapteritori utama ini akan menimbulkan perlawanan dari pemiliknyadan ketidakmampuan untuk mempertahankan teritori utama ini akan mengakibatkan masalah serius terhadap psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitas.
2. Teritori Sekunder
Jenis teritori ini lebih longgar pemakaian dan kontrol perorangannya. Teritorial ini dapat digunakan orang lainyang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat teritorial sekunder adalah semi – publik.
3. Teritorial Umum
Teritorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan – aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada. Teritorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat.

C. Teritorialitas dan Perbedaan Budaya
Suatu studi menarik dilakukan oleh Smith (dalam Gifford, 1987) melakukan studi tentang penggunaan pantai orang-orang Perancis dan Jerman. Studi ini memiliki pola yang sama dengan studi yang lebih awal di Amerika, sebagaimana yang dilakukan oleh Edney dan Jordan-Edney (dalam Gifford, 1987). Hasil dari kedua penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan pantai antara orang Prancis, Jerman dan Amerika membuktikan sesuatu hal yang kontras. Smith menemukan bahwa dari ketiga budaya ini memiliki persamaan dalam hal respek.

Sumber:
>http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab5-ruang_personal_dan_teritorialias.pdf

RUANG PERSONAL


A. Pengertian Ruang Personal
Ruang personal adalah salah satu mekanisme perilaku untuk mencapai tingkat privasi tertentu. Beberapa karakterisitik ruang personal menurut Sommer (dalam altman,1975),
pertama, batas diri yang tidak boleh dimasuki oleh orang lain. Kedua, ruang personal itu tidak berupa pagar yang tampak mengelilingi seseorang dan terlerak di suatu tempat tetapi batas itu melekat pada diri dan dibawa kemana-mana. Ketiga, ruang personal adalah batas kawasan yang dinamis, yang berubah-ubah besarnya sesuai dengan waktu dan situasi. Keempat, pelanggaran ruang personal ini akan dirasakan sebagai ancaman sehingga daerah ini dikontrol dengan kuat.
Personal space atau ruang pribadi adalah kawasan sekitarnya seseorang yang mereka anggap sebagai psikologis mereka. Invasi ruang pribadi sering menyebabkan ketidaknyamanan, kemarahan, atau kecemasan pada pihak korban. (Edward T. Hall , yang gagasannya dipengaruhi oleh Heini Hediger)
Edwad Hall, seorang peneliti di bidang ruang personal, membagi jarak antar personal ke dalam 8 bagian.  Menurutnya terjadi gradasi jarak berdasarkan tingkat keakraban antar personal.  Kedelapan jarak tersebut dikelompokkan ke dalam empat jarak utama, yaitu:
1.      Jarak Intim
A.    Jarak Intim Dekat (0-6 inchi atau 0-15 cm), yaitu jarak yang muncul pada kondisi memeluk, menenangkan, percintaan, pergulatan (olahraga) atau kontak penuh dengan orang lain.  Orang-orang tidak hanya berinteraksi pada situasi intim, atau melakukan kegiatan berdasarkan peraturan (gulat), tapi juga bisa terjadi pada kondisi emosi negatif (mis: manajer bola basket yang bertengkar dengan wasit).
B.     Jarak Intimm Jauh (6-18 inc atau 15-45 cm), mewakili hubungan yang cukup erat, misalnya seseorang yang membisikan sesuatu ke temannya,
2.      Jarak Personal
A.    Jarak Personal Dekat (18-30 inc atau 45-75 cm), yang berlaku bagi orang-orang yang saling mengenal satu sama lain dalam konteks yang positif.  Biasanya diwakili oleh orang yang saling berteman atau pasangan yang sedang berbahagia.
B.     Jarak Personal Jauh (75 cm-1,2 m),  adalah jarak yang digunakan oleh orang-orang yang berteman tapi tidak saling akrab.  Biasanya jika kita menjumpai dua orang yang bercakap pada jarak ini maka hampir bisa dipastikan bahwa mereka adalah berteman tapi tidak saling akrab,
3.      Jarak Sosial
A.    Jarak Sosial Dekat (1,2 – 2 m), terjadi pada situasi ketika kita diperkenalkan kepada kawan ibu kita ketika bertemu di super market,
B.     Jarak Sosial Jauh (2-3,5 m), umumnya terjadi ketika melakukan transaksi bisnis resmi.  Pada situasi ini sangat kecil atau sama sekali tidak ada suasana pertemanan, karena biasanya masing-masing perusahaan mengutus wakil untuk berinteraksi,
4.      Jarak Publik
A.    Jarak Publik Dekat (3,5-7 m), biasanya digunakan oleh seorang dosen yang mengajar kelas theater yang terdiri dari ratusan murid di mana jika berbicara harus dari jarak yang tepat sehingga suaranya terdengar di seluruh penjuru ruangan.  Jika kita  berbicara kepada 30-40 orang, kira-kira jarak inilah yang umum kita pakai agar suara kita bisa terdengar jelas oleh masing-masing orang,
B.     Jarak Publik Jauh (7 m atau lebih), biasanya jarak yang disediakan jika ada interaksi masyarakat umum dengan seorang tokoh penting.  Akan tetapi jika tokoh itu ingin bercakap maka umumnya dia akan mendekat.
Mengapa kita sangat nyaman berdekatan dengan ibu, bapak, saudara, suami atau istri.  Sedangkan secara tidak sadar kita akan menjaga jarak ketika berkenalan dengan seseorang (walaupun jarak itu bisa berkurang atau bertambah tergantung hasil interaksi kita selanjutnya).
Ternyata ada beberapa unsur yang mempengaruhi jarak Ruang Personal seseorang, yaitu:
1.  Jenis Kelamin
Umumnya laki-laki memiliki ruang yang lebih besar, walaupun demikian faktor jenis kelamin bukanlah faktor yang berdiri sendiri,
2.  Umur
Makin bertambah usia seseorang, makin besar ruang personalnya, ini ada  kaitannya dengan kemandirian.  Pada saat bayi, hampir tidak ada kemampuan untuk menetapkan jarak karena tingkat ketergantungan yang makin tinggi.  Pada usia 18 bulan, bayi sudah mulai bisa memutuskan ruang personalnya tergantung pada orang dan situasi.  Ketika berumur 12 tahun, seorang anak sudah menerapkan Ruang Personal seperti yang dilakukan orang dewasa.
3.  Kepribadian
Orang-orang yang berkepribadian terbuka, ramah atau cepat akrab biasanya memiliki Ruang Personal yang lebih kecil.  Demikian halnya dengan orang-orang yang lebih mandiri lebih memilih ruang personal yang lebih kecil.  Sebaliknya si pencemas akan lebih mengambil jarak dengan orang lain, demikian halnya dengan orang yang bersifat kompetitif dan terburu-buru.
4.  Gangguan Psikologi atau Kekerasan
Orang yang mempunyai masalah kejiwaan punya aturan sendiri tentang RP ini.  Sebuah penelitian pada pengidap skizoprenia memperlihatkan bahwa kadang-kadang mereka membuat jarak yang besar dengan orang lain, tetapi di saat lain justru menjadi sangat dekat
5.  Kondisi Kecacatan
Beberapa penelitian memperlihatkan adanya hubungan antara kondisi kecatatan dengan Ruang Personal yang diterapkan.  Beberapa anak autis memilih jarak lebih dekat ke orang tuanya, sedangkan anak-anak dengan tipe autis tidak aktif, anak hiperaktif dan terbelakang mental memilih untuk menjaga jarak dengan orang dewasa.
6.  Ketertarikan
Ketertarikan, keakraban dan persahabatan membawa pada kondisi perasaan positif dan negatif antara satu orang dengan orang lain.  Namun yang paling umum adalah kita biasanya akan mendekati sesuatu jika tertarik.  Dua sahabat akan berdiri pada jarak yang berdekatan dibanding dua orang yang saling asing.  Sepasang suami istri akan duduk saling berdekatan dibanding sepasang laki-laki dan perempuan yang kebetulan menduduki bangku yang sama di sebuah taman.
7.  Rasa Aman/Ketakutan
Kita tidak keberatan berdekatan dengan seseorang jika merasa aman dan sebaliknya.  Kadang ketakutan tersebut berasal dari stigma yang salah pada pihak-pihak tertentu,misalnya kita sering kali menjauh ketika berpapasan dengan orang cacat, atau orang yang terbelakang mental atau bahkan orang gemuk.  Mungkin rasa tidak nyaman tersebut muncul karena faktor ketidakbiasaan dan adanya sesuatu yang berbeda.
8.  Persaingan/Kerjasama
Pada situasi berkompetisi, orang cenderung mengambil posisi saling berhadapan, sedangkan pada kondisi bekerjasama kita cenderung mengambil posisi saling bersisian.  Tapi bisa juga sebaliknya, sepasang kekasih akan duduk berhadapan di ketika makan di restoran yang romantis,sedangkan dua orang pria yang duduk berdampingan di meja bar justru dalam kondisi saling bersaing mendapatkan perhatian seorang wanita yang baru masuk.
9.  Kekuasaan dan Status
Makin besar perbedaan status makin besar pula jarak antar personalnya.
10.  Pengaruh Lingkungan Fisik
Ruang personal juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik.  Di ruang dengan cahaya redup orang akan nyaman jika posisinya lebih berdekatan, demikian halnya bila ruangannya sempit atau kecil.  Orang juga cenderung memilih duduk di bagian sudut daripada di tengah ruangan.
11.  Dan beberapa variasi lain seperti budaya, religi dan suku/etnis

B. Ruang Personal dan Perbedaan Budaya
Dalam studi lintas budaya yang berkaitan dengan ruang personal, Hall (dalam Altman, 1976) mengamati bahwa norma dan adat istiadat dari kelompok budaya dan etnik yang berbeda akan tercermin dari penggunaan ruang, seperti susunan perabot, konfigurasi tempat tinggal dan orientasi yang dijaga oleh individu satu dengan individu lainnya.
Hall (dalam Altman, 1976) juga mengamati bahwa orang – orang Jepang menggunakan ruang secara teliti. Hal diduga merupakan respon terhadappopulasi yang padat. Keluarga – keluarga jepang memiliki banyak kontak interpersonal yang dekat ; seringkali tidur bersama – sama dalam suatu ruangan dengan susunan yang tidak beraturan atau melakukan berbagai aktivitas dalam ruang yang sama. Pengaturan taman, pemandangan alam dan bengkelkerja merupakan bentuk dari kreativitas dengan tingkat perkembangan yang tinggi yang saling mempengaruhi di antara semua rasa yang ada, menunjukan pentingnya antara manusia dengan lingkungannya.
            Ruang pribadi adalah sangat bervariasi. Mereka tinggal di tempat-tempat padat penduduk cenderung memiliki ruang pribadi yang lebih kecil. Warga India cenderung memiliki ruang pribadi lebih kecil daripada di Mongolia padang rumput , baik dalam hal rumah dan individu . Untuk contoh yang lebih rinci, lihat hubungi Tubuh dan ruang pribadi di Amerika Serikat .
Ruang pribadi telah berubah historis bersama dengan batas-batas publik dan swasta dalam budaya Eropa sejak Kekaisaran Romawi. Topik ini telah dieksplorasi dalam A History of Private Life, di bawah redaktur umum Philippe Aries dan Georges Duby , diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh Belknap Press. 
Ruang pribadi adalah juga dipengaruhi oleh posisi seseorang dalam masyarakat dengan individu-individu kaya lebih menuntut ruang pribadi yang lebih besar. Orang membuat pengecualian terhadap, dan memodifikasi kebutuhan ruang mereka. Sejumlah hubungan dapat memungkinkan untuk ruang pribadi untuk dimodifikasi dan ini termasuk hubungan keluarga, mitra romantis, persahabatan dan kenalan dekat di mana tingkat yang lebih besar kepercayaan dan pengetahuan seseorang memungkinkan ruang pribadi untuk dimodifikasi.
SUMBER :
http://en.wikipedia.org/wiki/Personal_space
http://psipop.blogspot.com/2010/03/ruang-pribadi-personal-space.html
http://iderahde.blogspot.com/2010/04/ruang-pribadi-dan-aktualisasi-diri.html
ronggosusenoengg.blogspot.com/…/privacy-personal-space-dan-teritorial.htm
alusi.wordpress.com/2008/06/20/ruang-personal/
elearning.gunadarma.ac.id/…/bab5-ruang_personal_dan_teritorialias.pdf

KESESAKAN

Pengertian Kesesakan
Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Perbedaan pengertian antara crowding (kesesakan) dengan density (kepadatan) tidaklah jelas benar, bahkan kadang–kadang keduanya memiliki pengertian yang sama dalam merefleksikan pemikian secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu ksatuan ruang.
Stokols (dalam Altman, 1975) membedakan antara kesesakan bukan sosial (nonsocial crowding), yaitu dimana faktor – faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit, dan kesesakan sosial (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak. Stokols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan molekuler (molecular crowding), yaitu perasaan sesak yang menganalisa mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal dan kesesakan molar (molar crowding), yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota.
Morris (dalam Iskandar, 1990) memberi pengertian kesesakan sebagai defisit suatu ruangan. Hal ini berarti bahwa dengan adanya sejumlah orang dalam suatu hunian rumah, maka ukuran per meter persegi setiap orangnya menjadi kecil, sehingga dirasakan adanya kekurangan ruang. Dalam suatu unit hunian, kepadatan ruang harus diperhitungkan dengan mebel dan peralatan yang diperlukan untuk suatu aktivitas. Oleh karenanya untuk setiap ruang akan memerlukan suatu ukuran standar ruang yang berbeda, karena fungsi dari ruang itu berbeda.
Rapoport (dalam Stokols dan Altman, 1987) mengatakan, kesesakan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang dirasa tidak mencukupi, sebagai kelanjutan dari persepsi langsung terhadap ruang yang tersedia.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.

B.    Teori-teori Kesesakan
Untuk menerangkan terjadinya kesesaka dapat dignakan tiga model teori, yaitu beban stimulus, kendala perilaku, dan ekologi (Bell dkk, 1978 ; Holahan, 1982).
1. Teori beban stimulus
Pendapat teori ini mendasarkan diri pada pandangan bahwa kesesakan akan terbentuk bila stimulus yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Schmidt dan Keating (1979) mengatakan bahwa stimulus disini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek-aspek interaksinya maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial.
2. Teori Ekologi
Micklin (dalam Holahan, 1982) mengemukakan sifat-sifat umum model ekologi pada manusia. Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbal balik antara orang dengan lingkungannya. Kedua, unit analisisnya adalah kelompok sosial dan bukan individu, dan organisasi sosial memegang peranan sangat penting. Ketiga, menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial.
3. Teori Kendala Perilaku
Menurut teori ini, suatu situasi akan dianggap sesak bila kepadatan atau kondisi lain yang berhubungan dengannya membatasi aktivitas individu dalam suatu tempat. Pendekatan ini didasari oleh teori reaktansi psikologis dari Brehm (dalam Schmidt dan Keating, 1979) yang menekankan kebebasan memilih sebagai faktor pendorong penting dalam persepsi dan perilaku manusia. Ia mengatakan bahwa bila kebebasan itu terhambat, maka individu akan mengadakan suatu reaksi dengan berusaha menemukan kebebasan yang hilang tadi, yang digunakan untuk mencapai tujuannya.

B.     Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesesakan
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesesakan yaitu: personal, sosial, dan fisik, yang akan dibahas satu persatu.
1. Faktor Personal.
Faktor personal terdiri dari :
a.    Kontrol pribadi dan locus of control
b.   Budaya, pengalaman, dan proses adaptas
c.   Faktor Sosial. Faktor sosial yang berpengaruh adalah:
1)      Kehadiran dan perilaku orang lain
2)      Formasi koalisi
3)      Kualitas hubungan
4)      Informasi yang tersedia

2.      Faktor Fisik.
Gove dan Hughes (1983) menemukan bahwa kesesakan di dalam rumah berhubungan dengan faktor – faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi rumah seperti jenis rumah, urutan lantai, ukuran rumah (perbandingan jumlah penghuni dan luas ruangan yang tersedia) dan suasana sekitar rumah. Jenis rumah di sini dibedakan atas unit hunian tunggal, kompleks perubahan dan rumah susun. Menurut beberapa penelitian didapati bahwa kesesakan yang paling tinggi ada pada rumah susun, kemudian pada kompleks perumahan dan baru setelah rumah tunggal (unit hunian tunggal).
Altman (1975), Bell dan kawan-kawan (1978), Gove dan Hughes (1983) menambahkan adanya faktor situasional sekitar rumah sebagai faktor yang juga mempengaruhi kesesakan. Stressor yang menyertai faktor situasional tersebut seperti suara gaduh, panas, polusi, sifat lingkungan, tipe suasana, dan karakteristik seting (tipe rumah, tingkat kepadatan). Faktor situasional tersebut antara lain:
a.       Besarnya skala lingkungan
b.      Variasi arsitektural
Pengaruh Kesesakan Terhadap Perilaku Menurut Beberapa Ahli :
1. Aktivitas seseorang akan terganggu oleh aktivitas orang lain.
2. Interaksi interpersonal yang tidak diinginkan akan mengganggu individu dalam mencapai tujuan personalnya.
3. Gangguan terhadap norma tempat dapat meningkatkan gejolak dan ketidaknyamanan (Epstein, 1982) serta disorganisasi keluarga, agresi, penarikan diri secara psikologi (psychological withdrawal)
4. Menurunnya kualitas hidup (Freedman, 1973).
5. Penurunan–penurunan psikologis, fisiologis, dan hubungan sosial individu. Pengaruh psikologis yang ditimbulkan oleh kesesakan antara lain adalah perasaan kurang nyaman, stres, kecemasan, suasana hati yang kurang baik, prestasi kerja dan prestasi belajar menurun, agresivitas meningkat, dan bahkan juga gangguan mental yang serius.
6. Malfungsi fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, gejala–gejala psikosomatik, dan penyakit–penyakit fisik yang serius (Worchel dan Cooper, 1983).
7. Kenakalan remaja, menurunnya sikap gotong-royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkungan sosial, berkembangnya sikap acuh tak acuh, dan semakin berkurangnya intensitas hubungan sosial (Holahan, 1982)
8. Fisher dan Byrne (dalam Watson dkk., 1984) menemukan bahwa kesesakan dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan menyelesaikan tugas yang kompleks, menurunkan perilaku sosial, ketidaknyamanan dan berpengaruh negatif terhadap kesehatan dan menaikkan gejolak fisik seperti naiknya tekanan darah (Evans, 1979).
Dari sekian banyak akibat negatif kesesakan pada perilaku manusia, Brigham (1991) mencoba menerangkan dan menjelaskannya menjadi :
1.   Pelanggaran terhadap ruang pribadi dan atribusi seseorang yang menekan perasaan yang disebabkan oleh kehadiran orang lain.
2.   Keterbatasan perilaku, pelanggaran privasi dan terganggunya kebebasan memilih.
3.   Kontrol pribadi yang kurang.
4.   Stimulus yang berlebihan.
Freedman (1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positif maupun negatif tergantung dari situasinya. Jadi kesesakan dapat dirasakan sebagai suatu pengalaman yang kadang-kadang menyenangkan dan kadang-kadang tidak menyenangkan.
Walaupun pada umumnya kesesakan berakibat negatif pada perilaku seseorang, tetapi menurut Altman (1975) dan Watson dkk. (1984), kesesakan kadang memberikan kepuasan dari kesenangan. Hal ini tergantung pada tingkat privasi yang diinginkan, waktu dan situasi tertentu, serta setting kejadian. Situasi yang memberikan kepuasan dan kesenangan bisa kita temukan, misalnya pada waktu melihat pertunjukan musik, pertandingan olahraga atau menghadiri reuni atau resepsi.

D. Pengaruh Kesesakan terhadap Perilaku
Terdapat pengaruh kesesakan pada perilaku sebagai berikut :
1. Menurunnya kualitas hidup (Freedman, 1973)
2. Aktifitas seseorang akan terganggu oleh aktifitas orang lain.
3. Disorganisasi keluarga, agresi, penarikan diri secara psikologi (psychological withdrawal)
4. Gangguan terhadap norma tempat dapat meningkatkan gejolak dan ketidaknyamanan (Epstein, 1982)


SUMBER :
http://library.usu.ac.id/download/fk/psikologi-hasnida2.pdf

Rabu, 02 Maret 2011

Sudah saatnya kini.....

Sebenarya apa yang dirasakannya. Aku memang tidak bisa mengetahui isi hatinya, namun aku bisa mengetahui isi dari raut wajahnya. Aku sudah menerka-nerka apa yang akan terjadi nanti, tentunya aku akan mempersiapkan ini semua sebelum hal itu terjadi.
Sebenarnya aku tidak akan merubah apapun yang sudah menjadi akhlak ku. Dan itu sesungguhnya adalah konsekwensi dari keputusan yang sudah kamu ambil. Aku mengakui kesalahan ku, tapi aku mohon kamu tidak perlu susah payah merubah ini semua agar aku bisa jadi yang kamu mau. Tentu aku tidak bisa. Sungguh jangan paksa aku.
Sebenarnya aku muak dengan semua ini, tetapi aku ingin mempertahankan semuanya karena ketulusanmu. Bila kamu bosan kamu bisa melanjutkan hari-hari mu tanpa aku. Aku rela bila itu terjadi. Karena ketidaksempurnaan yang aku mikili tidak dapat membuatmu terseyum puas selama ini.

Apalah arti sebuah keangkuhan.....


Manusia diciptakan sempurna. Kalimat itulah yang sudah dikenal oleh telinga kita. Namun apakah kesempurnaan itu abadi? Yang dapat memanfaatkan kesempurnaan itu bisa dibilang orang-orang yang cerdas. Maksudnya cerdas dalam arti mampu mengoptimalkan apa yang dia punya.
Sebenarnya yang mau ditulis disini bukan tentang kesempurnaan, tapi tentang sifat. Sifat yang mau dibahas memang ada kaitannya sama kesempurnaan. Misalnya saja kalau kita memiliki kesempurnaan lahir dan batin tapi kita memiliki sifat sombong. Apakah yang mau kita bawa ke akhirat? Kesombongan atau kesempurnaan, atau malah kedua-duanya?
Saya tidak sempurna, kadang kala saya juga menampilkan kesombongan saya. Tapi saya mulai menyadari bahwa kesombongan sekecil apapun tidaklah berguna, itu menurut saya. Saya mulai menyadari semuanya ketika saya mengalami secara langsung ada segelintir orang yang menampilkan kesombongannya. Meskipun kesombongan mereka tidak berdampak langsung bagi saya, namun ironis ketika saya mendengarnya. Apakah yang mereka pikirkan atas sifatnya?  Apakah kata-kata yang keluar dari mulutnya akan bermakna terhadap lawan bicaranya atau malah menjatuhkan harga dirinya.

Basa-basi

Kadang kala hidup ini terasa tidak adil. Tak semestinya merasakan hal seperti ini, namun memang harus merasakannya bila ini telah terjadi. Mau dipungkiri tapi tetap terjadi. Yasudahlah jalani saja karena mungkin ini bukan seberapa, bisa saja yang lebih berat akan menanti untuk dihadapi. Ini merupakan perjalanan hidup yang mau tidak mau harus kita jalani.  Berbagai terpaan angin maupun kerikil adalah pembelajaran yang membawa kedewasaan. Sudah waktunya mempersiapkan diri untuk menantinya. Bersikap arif adalah langkah terbaik untuk menjalaninya. Tersenyum dan berserah diri adalah pengobat jiwa.